Sunday, September 27, 2020

SELAMATKAN DOKUMEN NEGERI DENGAN DEASIDIFIKASI


Salah satu penyebab utama bagi kerusakan bahan perpustakaan adalah 'asam'. Kondisi  asam ini secara sepintas bisa dikenali melalui aromanya yang khas. Secara visual, bahan perpustakaan (terutama yang berbahan kertas) yang asam cenderung berwarna kuning kecoklatan. 

Asam bisa menurunkan kondisi atau kualitas fisik kertas. Selain berwarna kuning kecoklatan tadi,  jika terus dibiarkan, maka kertas akan menjadi rapuh. Dan jika ini berlanjut, maka kertas tersebut bisa hancur, dan informasi di dalamnya pun bisa ikut lenyap.

Pada koleksi tertentu, terutama pada koleksi naskah kuno yang ditulis dengan menggunakan tinta yang mengandung ion Fe (ion besi), asam bersama dengan oksigen akan memicu terjadinya semacam perkaratan pada tulisan di naskah kuno tersebut. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah 'korosi tinta atau ink corrotion'. Naskah yang mengalami korosi tinta mungkin saja menjadi berlubang-lubang. Tinta yang 'berkarat' tersebut akan menggerus kertas, dan jika dibiarkan, kertas akan menjadi berlubang, mengikuti bentuk tulisan yang menggunakan tinta tersebut.

Selain mendegradasi kertas, asam pun bisa bermigrasi, bisa menularkan kondisinya ke 'tetangga sekitarnya', terutama yang langsung menempel kepadanya. Itulah mengapa, sebisa mungkin, koleksi bahan perpustakaan yang kondisinya bagus, jangan diletakan bersebelahan langsung dengan bahan perpustakaan yang asam. Ini untuk menghindari 'penularan' asam tersebut.

Pertanyaannya adalah, apakah kondisi asam tersebut dapat diperbaiki, agar tidak jadi semakin parah ? Atau setidaknya dihambat peningkatan kadar asamnya ? Jawabnya, BISA !

Adalah  suatu proses kimiawi yang bernama 'deasidifikasi'. Proses ini menghilangkan atau setidaknya mengurangi kadar asam yang terdapat pada bahan perpustakaan. 

Setidaknya ada 3 (tiga) jenis deasidifikasi. Namun yang akan dibahas kali ini hanya 2 (dua) jenis, yaitu :

1. Deasidifikasi Kering

Tindakan deasidifikasi kering biasa dilakukan terhadap koleksi bahan perpustakaan yang tidak bisa diperlakukan dengan menggunakan banyak bahan air. Biasanya adalah untuk koleksi yang mudah luntur dalam air. Contohnya adalah : naskah kuno yang ditulis tangan. Apalagi yang di dalamnya ada tulisan atau pun gambar yang menggunakan tinta warna merah. Warna merah memiliki ikatan kimia yang cukup lemah di antara warna-warna lainnya.Itulah mengapa warna merah mudah luntur bila terkena air. 

Selain naskah, gambar, atau peta pun bisa rawan kelunturan. Terutama yang ditulis tangan, terlebih yang ada warna merah atau turunannya di dalamnya.

Untuk mengetahui luntur atau tidaknya suatu bahan perpustakaan, maka sebelum perlakuan atau tindakan, akan dilakukan uji luntur terlebih dahulu. Bisa dengan menggunakan kapas yang dibasahi air, dan ditotolkan sedikit pada bagian naskah yang agak tersembunyi, dan ada tulisannya. Jika luntur, maka pada kapas tersebut akan nampak noda warna tibta tersebut. Dan jika tidak ada, berarti bahan perpustakaan tersebut kemungkinan besar tidak luntur.

Bagi bahan perpustakaan yang luntur dengan air tadi, maka bisa digunakan deasidifikasi kering. Pada deasidifikasi ini, pelarutnya (methanol) mudah menguap. Jadi tulisan lebih kecil kemungkinannya akan mengembang, 

Proses deasidifikasi jenis ini menggunakan bahan kimia : Barium Hidroksida dengan pelarutnya adalah Methanol. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 2% (berat/volume). Artinya, 2 gram serbuk Barium Hidroksida dimasukan ke dalam methanol, sehingga volume totalnya adalah 1 (satu) liter.

 


 Proses penyemprotan pada deasidifikasi kering

Perlakuannya adalah dengan menyemprotkan bahan kimia tersebut menggunakan sprayer yang mengeluarkan bulir-bulir yang halus, di ruang khusus, yang jauh dari interaksi dengan manusia lainnya, serta bersirkulasi udara yang baik. Bisa digunakan fumehood (lemari asam), yaitu tempat seperti lemari, yang memiliki exhaust di dalamnya, bisa ditutup, dan berkaca. Fumehood dikhususkan untuk melakukan tindakan kimia yang menggunakan bahan berbahaya seperti methanol tadi. Petugas yang melakukannya pun haruslah menggunakan masker dan bersarung tangan, untuk meminimalisir interaksi dengan bahan kimia. Koleksi yang sudah dibersihkan debu atau kotorannya dengan kuas atau vacuum cleaner disemprot lembar demi lembar, merata ke semua permukaannya. Setelah itu dikering anginkan. Harap diingat bahwa menyemprot adalah searah angin. Jangan sampai saat menyemprot, angin malah mengarah ke petugas, karena malah akan menyemprot petugas itu sendiri.

Setelah beberapa jam, koleksi akan kering. Siap untuk melanjutkan tahap konservasi atau preservasi selanjutnya.

 

2. Deasidifikasi Basah

Deasidifikasi ini dapat dilakukan terhadap bahan perpustakaan yang tidak luntur dengan air. Biasanya adalah bahan perpustakaan yang merupakan hasil cetakan mesin, seperti majalah, koran, buku, dan sebagainya.

Bahan yang dipergunakan adalah larutan Magnesium karbonat 2%. Serbuk Magnesium hidroksida seberat 2 gram akan dilarutkan dalam air hingga volume total 1 liter. Setelah disatukan, larutan akan dialiri gas karbondioksida selama kurang lebih 1 (satu) jam.

Koleksi akan direndam dalam larutan tersebut selama 1-2 jam. Setelah itu koleksi akan dikeringanginkan pada rak pengering. Tidak dengan penyinaran sinar matahari langsung, karena sinar UV pada matahari bisa merusak  bahan perpustakaan. Pengerjaan tetap lembar demi lembar. Artinya, jika itu adalah buku atau majalah, maka bahan perpustakaan tersebut akan dibongkar terlebih dahulu jilidannya, setelah diberi penomoran urut halamannya (paginasi). Dan setelah semua rangkaian konservasi selesai, maka bahan perpustakaan tersebut akan dijilid kembali.

 

Proses perendaman pada deasidifikasi basah (aquaeous deacidification)


Setelah melewati proses deasidifikasi tersebut, diharapkan nilai pH, yang menunjukan kadar keasaman, akan meningkat dari pH sebelumnya. Seperti diketahui,bahwa semakin kecil nilai pH, maka semakin tinggi kadar asamnya. Jadi semakin besar nilai pH, berarti kadar asam semakin rendah pH 1-6 itu artinya asam. pH 7 adalah netral.dan pH di atas 7adalah basa.

Dengan meningkatnya nilai pH, maka ini berarti kandungan asam sudah terkurangi. Dan itu mencegah atau minimal menghambat degradasi kertas lebih lanjut, dengan catatan penyimpanannya sesuai standar penyimpanan koleksi yang benar. Lebih jauh lagi, penghambatan degradasi kertas karena kondisi asam tersebut, akan dapat memperpanjang usia koleksi tersebut. Ini artinya, masih akan banyak generasi yang dapat memanfaatkan koleksi tersebut. Deasidifikasi dilakukan untuk pelestarian dokumen penting negeri.



=================

Referensi :

Sudiarti, L., Nurjanjati, C., Ranti, S., Wardhani, W. K.. (2019). Metode deasidifikasi basah dengan larutan magnesium karbonat pada konservasi kuratif naskah kuno media kertas, Jakarta : Perpustakaan Nasional RI

 

 

  

No comments:

Post a Comment