Friday, May 29, 2020

Buku dan Ilmu




Buku adalah sesuatu yang bila Anda membacanya
makin banyaklah kekayaan Anda
makin kuat kepribadian Anda
makin luas kekuasaan Anda
makin kokoh raga Anda
makin kaya perbendaharaan kata Anda
makin lapang dada Anda
serta menjanjikan penghargaan dari masyarakat 
dan persahabatan para raja
                                            (Abu Amr Al Jahizh)



Buku yang kubaca
selalu memberi sayap-sayap baru.
Membawaku terbang
ke taman-taman pengetahuan paling menawan,
melintasi waktu dan peristiwa,
berbagi cerita cinta, menyapa semua tokoh yang ingin kujumpai,
sambil bermain di lengkung pelangi
                                            ( Abdurahman Faiz- (Aku lnl Puisi Cinta))



Ilmu itu lebih baik daripada harta.
Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta.
Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum.
Harta itu kurang apabila dibelanjakan
tapi ilmu bertambah bila dibelanjakan
                                            (Sayyidina Ali Bin Abi Thalib r.a.)




Bersiap untuk New Normal?



Tersiar kabar beberapa waktu belakangan ini, bahwa pemerintah akan segera melaksanakan "New Normal" atau kenormalan baru, yaitu suatu tatanan kehidupan yang baru, berbeda dengan sebelumnya. Aktifitas pun akan segera diberlakukan secara bertahap menuju kepada kenormalan seperti dahulu, dengan gaya yang berbeda. Dengan ini, rakyat diajak berdamai dan bisa berada berdampingan dengan pandemic corona ini. Tidak lagi berdiam di rumah, namun silakan keluar rumah dengan memperhatikan protap kesehatan terhadap Pandemic Covid-19 ini. 

Ini artinya, dengan terang-terangan rakyat akan berhadapan langsung dengan virus Corona. Ibaratkan perang terbuka, maka adu kuatlah di sini. Adu kuat dengan makhluk bernama Corona, sang musuh yang wujudnya tak nampak itu. Imun tubuh harus kuat,agar tak mudah dijadikan bulan-bulanannya. Yang merasa imunnya kurang bagus, maka segeralah perbaiki. Inilah mungkin yang dinamakan dengan Herd Imunity. Siapa yang kuat akan bertahan. Dan siapa yang kurang beruntung akan tereliminasi. Seperti itulah kira-kira gambaran Herd Imunity. Jadi yang akan terjadi nanti, jika memang jadi dilaksanakan, adalah Herd Imunity, dalam tatanan New Normal.

Sebagai seorang Emak pekerja seperti Saya, dengan imunitas yang saat ini belum dalam keadaan maksimal, tentu hal ini sedikit membuat kegalauan. WFH yang tengah dijalani saat ini akan segera berlalu. Sebenarnya, Saya sudah mulai beradaptasi dengan keadaan WFH, menikmatinya. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kegiatan di rumah saja, menjadi momen yang cukup berharga bagi Saya. Setidaknya, saya tidak perlu berdesak-desakan di dalam commuterline seperti biasanya. Saya tidak perlu berlari-lari untuk mengejar absen finger print yang tinggal beberapa detik lagi. Saya tidak perlu menunggu ojol yang agak lama aksesnya, karena jaringan yang lemot, server ojol error, atau pun paket data yang habis.

Saya memiliki waktu yang lebih banyak bersama anak-anak di rumah. Setidaknya sedikit mengobati rasa kehilangan Saya dalam mendampingi hari-hari penting mereka selama ini. Melihat bagaimana mereka dalam seharian penuh. Sedikit mencicip bagaimana rasanya menjadi seorang mentor pada home schooling, seperti yang Saya impikan dari dulu. Meskipun Saya sendiri juga dalam status WFH (work from home). Juga merangkap sebagai Ibu rumah tangga. Mesti membagi-bagi diri, membagi-bagi waktu. Tidak perlu bahas mengenai bagaimana kualitas kebersamaan tersebut. Tapi yang jelas, Saya, secara fisik, telah menjalani sejumlah hari secara penuh bersama anak-anak. Dan Saya sungguh menikmati momen-momen tersebut, dengan segala tantangan, kekurangan, dan kelebihannya.



Dan kini, saat pandemik Covid-19 masih berlangsung, WFH dikabarkan akan segera berakhir. Kehidupan akan dicoba memasuki New Normal, kehidupan dengan kebiasaan baru. Muncul kegalauan dalam hati. Kegalauan karena kemungkinan akan kembali menggunakan transportasi umum (meskipun masih dalam pertimbangan). Kegalauan juga karena mesti kembali meninggalkan anak-anak. Apalagi mereka masih menjalani LFH (Learn From Home), hingga waktu yang belum jelas. Terbayang aktifitas yang kembali akan dilakukan di kantor, yang memang banyak membutuhkan kekuatan fisik. Kegalauan terhadap kondisi imun tubuh yang hingga saat ini belum maksimal, sedangkan di luar sana, Corona masih berkeliaran. Berbagai kegalauan, yang sedikit banyak membuat parno, paranoid.

Tapi, Saya hanyalah seorang staf biasa. Tak banyak yang bisa Saya lakukan. Jika tiba waktunya Saya harus kembali bekerja di kantor (WFO), kepasrahan dan keikhlasan harus Saya hadirkan. Berprasangka baik terhadap-Nya senantiasa dimiliki.  Dengan demikian, semoga imun tubuh bisa semakin baik, dan semua akan berjalan baik-baik saja. Semoga saja.

Friday, May 22, 2020

Jumat terakhir di Ramadhan 1441 H


(sumber : monitor.co.id)


Hari ini, Jumat, 28 Ramadhan 2020. Detik-detik terakhir di bulan mulia pada tahun ini. Detik-detik sang tamu agung berkemas untuk kembali pergi. Meninggalkan berbagai rasa dalam hati.
Ramadhan kali ini memang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sangat berbeda. Kita "dipaksa" dikarantina oleh makhluk Allah bernama Corona. Jauh sebelum setan dikarantina pada bulan Ramadhan. Tidak ada tarawih berjama'ah di mesjid. Tidak ada tadarus dalam lingkaran di Mesjid. Bahkan Shalat Jumat yang sifatnya wajib saja, sudah sejak pertengahan Maret lalu ditiadakan. Aturan yang sama juga berlaku untuk umat beragama lainnya. Tidak ada perkumpulan, keramaian. Apalagi yang biasa peluk cium, salaman, jauh berkurang. Social distancing serta PSBB pun berlaku.

Aktifitas di luar rumah sangat dibatasi. Pertemuan jauh berkurang. Interaksi berubah jadi komunikasi virtual. Bekerja dari rumah (work from home/WFH), belajar dari rumah ( Learning from home / LFH). Semua jadi berbasis rumah. Bahkan belanja dan berniaga pun berubah tanpa interaksi langsung. Kurir dan ekspedisilah yang menjembataninya. Penggunaan paket data internet melonjak. Permintaan terhadap wifi pun sepertinya meningkat. Tiba-tiba hampir semua aspek kehidupan berubah jadi virtual, beralih ke dunia maya. 



Ramadhan kali ini banyak imam sholat baru yang bermunculan. Para ayah atau pemimpin keluarga banyak yang mulai terbiasa dengan peran ini. Dinikmati atau pun tidak, toh hal ini tetap dijalani. 

Namun sebagai makhluk sosial, keterkurungan membuat ketaknyamanan bagi sebagian besar manusia saat ini. Bertemu secara langsung dengan kehadiran fisik dengan sesama manusia menjadi suatu kebutuhan yang sulit untuk digantikan. 2 (dua) bulan lebih dikurung di rumah, memunculkan kerinduan untuk bertemu dengan sejawat, dengan keluarga lainnya. Kerinduan yang mungkin semakin membuncah. 

Rasa rindu yang sudah begitu dalam, rasa terkurung lama, kejenuhan yang mulai memuncak,kebutuhan hidup yang terus berjalan, sementara Idhul Fitri pun sudah semakin dekat, membuat sebagian di antara kita nekat. Akhirnya, beberapa hari yang lalu terjadilah kepadatan, keriuhan di pusat perbelanjaan. Jalan-jalan mulai kembali ramai. Seperti tidak sedang ada apa-apa saat ini. Belum lagi yang memaksakan diri pulang ke kampung halaman, tanpa alasan yang mendesak.

Lalu apa yang terjadi ? Tanpa bermaksud menyalahkan siapa-siapa, pada hari Kamis, 21 Mei 2020 tercatat lonjakan korban positif Covid-19. Hampir 1000 (seribu) kasus baru. Peningkatan yang luar biasa.

Kesulitan perekonomian banyak dialami oleh Rakyat Indonesia. Bahkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan dasar saja, tidak bisa. Kegiatan untuk mencari nafkah dibatasi. Banyak pula yang mengalami pemutusan hubungan kerja, karena perusahaan tempat bekerja tak lagi sanggup membayar gaji pekerjanya. Sementara kebutuhan hidup terus berjalan. Bantuan pemerintah, dan kepedulian sesama menjadi salah satu sandarannya.

Hari ini, Jumat terakhir di Ramadhan kali ini. Hari ini dilakukan Shalat Jumat (yang digantikan dengan shalat Dzuhur) terakhir di Ramadhan tahun ini. Ramadhan yang unik. Ramadhan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ramadhan yang barangkali akan memberikan banyak cerita kepada anak cucu kita kelak.

Mungkin tak ada yang pernah membayangkan akan mengalami hal seperti ini. Melewati hari-hari hanya dengan berada dalam rumah. Menjalani keseharian dengan tetap berada dalam rumah, dengan segala keterbatasannya. 

Namun, ada baiknya untuk tetap bersabar dengan keadaan ini. Tetap bertahanlah di rumah. Pertajam kepedulian dengan sesama. Ingatlah pengorbanan para tenaga medis selama ini. Ingatlah pula bahwa mereka juga memiliki keluarga yang menanti mereka dengan harap-harap cemas.

Bersabarlah, bertahanlah. Dan pada Jumat terakhir di Ramadhan kali ini, marilah kita berdoa kepadaNya, agar semua ini segera berlalu. Agar semua kembali membaik. Berdoa untuk kembali bertemu dengan Ramadhan di tahun depan, dengan suasana yang jauh lebih baik dari tahun ini. Dan semoga Idhul Fitri tahun depan, kita bisa kembali mudik, dan berkumpul serta bersilaturahiim dengan keluarga besar.

Ya, bersabarlah. Bertahanlah. Demi sebuah akhir yang manis. In syaa Allah.


====================

Kamar Belakang, 29 Ramadhan 1441 H

Bekasi


Friday, May 15, 2020

Beberapa Media Naskah Kuno di Perpusnas RI

Perpustakaan Nasional RI menyimpan berbagai koleksi bahan perpustakaan, dari berbagai tahun terbitan, dari berbagai sumber, dan berbagai media (media cetak dan media rekam). Media cetaknya pun beraneka rupa.

Berbagai jenis koleksi tersebut tersimpan di 2 (dua) lokasi gedung Perpusnas RI, yaitu di Jl. Merdeka Selatan No. 11 Jakarta Pusat (24 lantai) serta di Jl. Salemba Raya 28A, Jakarta Pusat. Sekitar 75% koleksi berada di Merdeka Selatan. Selebihnya di Jl. Salemba Raya (koleksi koran langka dan koleksi deposit).

Dari berbagai koleksi yang dimiliki Perpusnas, ada beberapa koleksi khusus Perpustakaan Nasional RI. Salah satunya adalah koleksi Naskah Kuno. Koleksi ini berada di gedung Jl. Merdeka Selatan, lantai 9. 

Banyak sekali naskah kuno juga langka yang disimpan di sini. Contohnya : Negarakretagama, Babad Diponegoro, Dan karena kondisi yang sudah tua atau karena beberapa faktor lainnya, maka beberapa naskah tersebut sudah dikonservasi untuk menjaga kondisi fisiknya. Sebagian juga sudah dialihmedia ke dalam bentuk digital.

Naskah-naskah tersebut ditulis di atas berbagai media. Umumnya memang di atas kertas. Tapi banyak juga di atas media lainnya, misalnya : daluang, bambu, dan sebagainya.

Daluang adalah kulit kayu yang diolah sedemikian rupa, hingga menjadi lembaran yang bisa ditulisi. Dan karena proses pembuatannya secara manual, maka ketebalannya juga tidak rata sebagaimana ratanya kertas yang diproduksi pabrikan.

Berikut adalah beberapa media selain kertas yang dipergunakan untuk menulis naskah kuno yang kini tersimpan di Perpustakaan Nasional RI :

1. Lontar

Terbuat dari daun lontar yang melalui proses panjang hingga bisa ditulisi.

                                              

Bahan : Lontar ; Aksara Jawa Kuno ; Bahasa Jawa Kuno


2. Daluang / Dalwang

Merupakan kulit kayu yang diproses sedemikian rupa (secara manual) hingga jadi lembaran yang siap untuk ditulisi.

                                          


3. Bambu

Bahan : Bambu ; Aksara Batak ; Bahasa Batak

Bahan : Bambu ; Aksara : Batak ; Bahasa : Batak

                                         



4. Kayu

Bahan : Kayu ; Aksara Batak ; Bahasa Batak. Sebenarnya merupakan souvenir.


Bahan : Kayu ; Aksara Batak ; Bahasa Batak. Merupakan souvenir


Bahan : Kayu ; Aksara Batak ; Bahasa Batak. Merupakan souvenir


5. Kayu Alim

    Naskah yang menggunakan kayu alim umumnya memiliki ciri seperti Akordeon, yaitu memanjang      dan dilipat bolak balik.



Bahan : Kayu alim ; Aksara Batak ; Bahasa Batak. 


Bahan : Kayu alim ; Aksara Batak ; Bahasa Batak. 


6. Tulang


Bahan : Tulang ; Aksara Batak ; Bahasa Batak. 


8. Labu
Isi naskah dituliskan di permukaan buah labu yang telah diproses sedemikian rupa sebelumnya.

Bahan : Labu ; Aksara Batak ; Bahasa Batak. 

    
Demikianlah beberapa varian koleksi manuskrip yang ada di Perpusnas RI. Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi pihak koleksi Naskah Kuno, Gedung Perpustakaan Nasional RI lt. 9, Jl. Merdeka Selatan No. 11, Jakarta Pusat.

Monday, May 11, 2020

Naskah Lontar, si kaya yang nyaris terlupakan

Pernahkah Anda melihat sebuah naskah atau manuskrip yang ditulis di atas helaian daun panjang serupa daun kelapa yang telah dikeringkan ? Manuskrip seperti ini bisa saja ditemukan di daerah-daerah tertentu, seperti : Bali, Lombok (NTB), Jawa, dan beberapa daerah lainnya. Bisa juga ditemukan di beberapa Museum, Perpustakaan (termasuk Perpustakaan Nasinal RI), dan para pemilik naskah (pribadi). Manuskrip inilah yang disebut manuskrip daun lontar (Palm leaf manuscript).
 Daun lontar dipilih sebagai media penulisan, terutama oleh nenek moyang kita,sebelum adanya kertas, adalah karena salah satu sifatnya yaitu cukup kuat untuk jangka panjang. Namun tidak sekonyong-konyong daun lontar tersebut dapat ditulisi langsung. Perlu proses panjang untuk menjadikannya siap ditulisi, dengn kondisi yang maksimal. Dan tahukah Anda, berapa kira-kira waktu yang dibutuhkan tersebut ? Boleh percaya atau tidak, namun inilah kenyataannya : untuk mendapatkan helaian siap tulis, yang disebut blanko lontar, setidaknya dibutuhkan waktu sekitar satu tahun. Mulai dari pemetikan daun, hingga helaian siap tulis.
Biasanya, naskah terdiri atas beberapa helai daun yang disatukan dengan tali pada bagian tengahnya. Sebagai pelindung, biasanya diberi cover dari kayu, bambu, dan sebagainya, yang disebut sebagai “kropak”. Kropak pun ada yang tampil cantik, yaitu dengan adanya hiasan ukiran.
Manuskrip lontar umumnya berisikan informasi tentang  religius atau spiritual, pengobatan, sejarah, astronomi, arsitektur, ramalan, karya sastra, dan sebagainya. Bahasa dan aksara yang digunakan pun ada beberapa jenis, antara lain : Pegon, Jawa Kuno, Bali, Sunda Kuno.  Jadi, seandainya saja, dituangkan ke dalam berbagai bentuk tulisan, maka kandungan isi manuskrip lontar tersebut bisa menghasilkan sangat banyak tulisan yang bermanfaat. Jadi, masih adakah yang meragukan kekayaan khasanah Nusantara  ??
Sayangnya, kekayaan tersebut kurang tergali. Tak cukup banyak yang tertarik untuk memahaminya. Aksara dan bahasa yang “aneh”, belum lagi tampilan yang mungkin terkesan kurang “milenial”, barangkali menjadi salah satu penyebab “tersimpannya” naskah-naskah lontar tersebut, tanpa tersentuh. Dan bukan tidak mungkin, baru disadari keberadaanya, saat manuskrip lontar tersebut justru sudah hancur.
Barangkali terlalu “parno” jika berasumsi seperti itu. Namun, bisa jadi, itulah kenyataannya. Naskah lontar terabaikan sekian lama, tanpa tersentuh. Bagaimana akan menyelamatkan kandungan isi (konten)nya, jika kondisi fisiknya tidak bisa terjaga ? Sementara di luar sana, banyak pihak yang bisa mengincar keberadaan naskah-naskah lontar yang berharga tersebut, dan siap untuk mengambil alihnya. Tapi, relakah kita ?
Mungkin, ada baiknya, jika belum bisa memanfaatkannya, atau menyumbangkan naskah yang ada kepada lembaga yang berkompeten (seperti Perpustakaan Nasional RI) kita bisa menjaga kondisi fisik naskah lontar tersebut dari kerusakan atau kehancuran.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pada naskah atau manuskrip lontar tersebut. Misalnya saja :
  1. Kondisi penyimpanan, hendaknya hindari kondisi yang lembab atau terlalu kering. Suhu ruang yang stabil bisa membantu menjaga kondisi naskah lontar tersebut. Sesekali, angin-anginkan dalam kondisi terbuka.
  2. Kotoran maupun pollutan. Karenanya, usahakan untuk senantiasa membersihkan naskah lontar secara berkala. Bisa menggunakan kain lap yang lembut, mau pun vacuum cleaner (menghisap debu sekitarnya).
  3. Adanya biota (serangga, jamur, hewan pengerat). Senantiasa lakukan pemeriksaan secara rutin terhadap kondisi naskah. Diangin-anginkan sesekali, untuk menghindari tumbuhnya jamur.
  4. Faktor Manusia. Keteledoran dan ketidakdisiplinan dalam memperlakukan naskah lontar, dapat menjadi penyebab, pemicu, dalam kerusakan lontar tersebut. Biasakan menyentuh naskah dengan tngan yang bersih, dengan penuh kehati-hatian.
  5. Sinar ultraviolet. Hindari paparan sinar matahari langsung kepada naskah lontar tersebut. Paparan langsung, apalagi yang terus menerus, dapat mmicu kerapuhan bagi naskah lontar.
Dan berikut beberapa tips dalam perawatan manuskrip lontar :
  1. Bersihkan naskah lontar  dan tempat penyimpanannya secara berkala.
  2. Usahakan menyimpan naskah lontar dalam media berbahan bebas asam. Atau, bungkuslah naskah lontar dengan menggunakan kain katun putih. Lalu ikat dengan menggunakan tali yang berbahan katun juga.
  3. Letakkan beberapa butir kapur barus atau 1-2 bungkus sachet silica gel (untuk ruang tertutup, seperti box, dan sebagainya) pada lokasi penyimpanan naskah.
  4. Hindari menyimpan naskah di tempat yang lembab, atau terlalu kering. Akan lebih baik, jika menyimpannya di tempat bersuhu ruang dengan sirkulasi udara yang lancar.
  5. Hindari pula paparan sinar matahari langsung, apalagi secara terus menerus. Karena sinar UV dari sinar matahari ini dapat merusak naskah lontar tersebut.
  6. Biasakan menyentuh naskah lontar dengan tangan yang bersih, dan dengan sikap yang hati-hati. Hindari makan dan minum di dekat naskah.
Sedikit hal yang kita lakukan, semoga saja bisa menjadi sumbangsih kita dalam menjaga kekayaan Nusantara.  

==========================


Saturday, May 9, 2020

Mengenal berbagai istilah treatment pada konservasi kertas

Perpustakaan tentulah diisi oleh bahan perpustakaan, atau terkadang disebut sebagai koleksi perpustakaan. Disadari atau tidak, koleksi bahan perpustakaan, yang umumnya berbahan kertas, terkadang mengalami kerusakan secara perlahan. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi atau menyebabkan kerusakan tersebut. 

Bagi koleksi yang mengalami kerusakan, tentu memerlukan penanganan segera. Apalagi itu adalah koleksi yang berharga dan langka. Mengapa segera? Karena jika dibiarkan seperti itu saja, kerusakan yang terjadi berpeluang menjadi semakin parah. Hingga akhirnya, koleksi pun bisa menjadi hancur membawa pergi informasi penting yang terdapat di dalamnya. 

Proses pencegahan dan perbaikan kerusakan fisik pada koleksi bahan perpustakaan berbahan kertas ini dikenal sebagai "konservasi". Ada beberapa proses atau tindakan yang biasa dilakukan dalam rangkaian konservasi ini. Pemilihan tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi bahan perpustakaan itu sendiri. 

Berikut beberapa tindakan atau proses yang biasa dilakukan pada konservasi bahan perpustakaan berbahan kertas :

  1. Pembersihan noda dan debu 
Yaitu membersihkan kotoran yang terdapat pada koleksi, dengan menggunakan penghapus, kuas, lap, atau vacuum cleaner

  1. Deasidifikasi
Merupakan proses menghilangkan, menetralkan atau menurunkan kadar asam pada kertas. Ada 2 (dua) jenis deasidifikasiy yang biasa digunakan, yaitu :
  • Deasidifikasi kering (non aquaeous deacidification), 
yaitu deasidifikasi tanpa air. Perpusnasri menggunakan serbuk barium yang dilarutkan dalam methanol p.a. Biasa digunakan terhadap koleksi yang menggunakan tinta yang luntur. 



  • Deasidifikasi basah (aquaeous deacidification), 
Yaitu deasidifikasi yang menggunakan air sebagai pelarutnya. Bahan yang digunakan di Perpusnasri adalah serbuk magnesium dalam aquadest, dan telah dialiri gas karbondioksida. 

  1. Bleaching
Merupakan proses pengelantangan, atau pencerahan warna pada koleksi yang sudah kusam, kotor, berjamur. Syaratnya : koleksi tersebut tidak menggunakan bahan yang luntur. 



  1. Lining
Yaitu melapisi koleksi bahan perpustakaan dengan tissue Jepang pada hanya satu sisi. Biasanya pada koleksi yang berbentuk peta, gambar, atau lainnya, yang hanya berada pada 1 (satu) sisi atau muka. Yang dilapisi adalah di bagian belakangnya. Tujuannya adalah untuk memberi penguatan dan perlindungan pada koleksi tersebut. Tissue yang dipergunakan biasanya agak tebal. Perekat yang digunakan adalah lem CMC (Carboxy methyl cellulose) atau MC (Methyl cellulose) 

  1. Laminasi
Yaitu melapisi koleksi dengan tissue Jepang pada dua sisi. Tissue Jepang yang digunakan memiliki gramasi sekitar 4-6 gr / m2, yaitu ketebalan yang lebih tipis dari pada tissue pada proses Lining. Perekat yang digunakan adalah CMC atau MC. 

  1. Sizing
Yaitu memberikan lapisan tipis lem CMC / MC encer di atas permukaan koleksi. Tujuannya : melindungi pori-pori koleksi dan memberikan efek estetika pada koleksi tersebut (efek kilap / glossy) 

  1. Leaf casting
Yaitu proses menambal dan menyambung koleksi dengan menggunakan mesin leafcaster. Karena menggunakan air, makan syarat koleksinya adalah tidak boleh menggunakan bahan yang luntur. 

  1. Mending
Merupakan proses menambal dan menyambung, secara manual. Jadi proses menggunakan tangan. Biasanya untuk koleksi yang luntur, misalnya : naskah kuno. 

  1. Trimming 
Yaitu proses merapikan tepian koleksi setelah dileafcasting, mending, Lining, enkapsulasi atau pun laminasi. Biasanya menggunakan pisau cutter. 

  1. Enkapsulasi
Yaitu melapisi koleksi (biasanya yang berbentuk lembaran) dengan menggunakan 2 (dua) lapis plastik bebas asam, dengan perekat double tape bebas asam di sekeliling tepinya. Pada sudut-sudut pertemuan double tape tersebut diberikan celah udara sekitar 1-2 mm untuk sirkulasi udaranya. Double tape tidak mengenai dokumen/koleksi.



  1. Binding
Yaitu menjilid. Bisa menjilid kembali yang sudah rusak, ataupun membuat jilidan baru. 


========================