Thursday, January 14, 2021

SENI ALA SAYA...




Kalau ada yang bertanya tentang seni yang Saya minati saat ini, sepertinya Saya akan bingung menjawabnya. Bernyanyi ? Suara Saya sember, fals. Menari? Saya tidak gemulai. Bermain seni peran? Saya datar, kurang pandai berekspresi. 


Mungkin yang agak mendingan adalah dalam melukis. Saya sedikit bisa menikmati proses pembuatannya. Meski tidak bagus-bagus amat, tapi Saya pernah dapat nilai 9 untuk sebuah lukisan batik yang Saya buat saat SMA. Tapi itu pun lukisan yang Saya "contek" dari sebuah kain batik milik Ibu Saya. Jadi bukan murni karya Saya juga, hehehe… 


Begitulah…  


Sebutan "orang seni" agaknya jauh dari Saya. "Bukan gue banget… " Hehehe… 


Entahlah, mungkin faktor lingkungan berpengaruh juga ya. Di keluarga inti Saya, boleh dibilang memang tidak ada yang punya darah seni. Jadi atmosfer rumah pun kurang terbiasa dengan aktifitas seni. Paling sesekali saja bisa terdengar nasyid / musik dari tempat kami berada. 


 Ya sudahlah. 


Akan tetapi, menurut Saya, seni bukan saja apa-apa yang sudah dituliskan di atas. Tetapi bisa lebih luas dari itu. Seperti misalnya, seorang sales perlu memiliki skill/ kemampuan dalam "membujuk" seseorang untuk mau membeli produknya. Skill inilah yang bisa diartikan  sebagai seni. Seni sebagai sales dalam hal ini. Di dalamnya ada seni membujuk, seni menghadapi berbagai sikap pelanggan, entah itu penerimaan atau penolakan, seni dalam mengelola komplain, dan sebagainya. Ya itulah seni, menurut Saya. Sekali lagi, menurut Saya. 


Tidak semua orang memiliki seni atau skill tersebut. Namun asalkan mau sungguh belajar, maka kemampuan tersebut akan dapat dicapai. 


Skill atau kemampuan memimpin juga ada seninya. Seni mempengaruhi dan menguasai sekelompok orang, agar mau melaksanakan apa yang diinginkannya. Seni menghadapi anak buah yang berbeda-beda. Seni mengelola emosi bawahannya. Seni melobby atasan, dan sebagainya. 


Jadi kalau menurut Saya, kemampuan adalah Seni. Seni dalam arti luas. Bukan Seni dalam arti khusus atau spesifik, seperti yang umumnya dipahami oleh kebanyakan  orang. Seni dapat mempengaruhi, menggugah perasaan seseorang. Dan dalam hal bisnis, bukankah mempengaruhi perasaan ini memang diperlukan, terutama terhadap customer nya? Jadi, secara universal, seni memang dibutuhkan dalam kehidupan, dalam berbagai aspeknya. 


Seperti itulah kurang lebih pengertian seni, sesuai yang Saya pahami. Pengertian yang saya tarik secara bebas. Tak harus sependapat dengan yang Saya sampaikan ini. 


Wallahu 'alam bi showab


====


#odopiccday14
#1M1C
=====

Bis jemputan dan kamar tengah

18.05 WIB


Tuesday, January 5, 2021

JL. KARTINI : KULINER JALANAN DI KOTA BEKASI

 


Foto : Ilustrasi



Jika di Yogyakarta ada gang-gang di sekitar Malioboro , Bukittinggi ada Pasa Lereng dekat

Jam Gadang, Bandung ada Jalan Dago dengan aneka jajanan tradisional hingga modernnya,

maka Kota Bekasi ada Jalan Kartini, tempat yang biasa digunakan untuk hang out dari

kalangan muda hingga tua. Hang out keluarga juga, untuk kelas food street.

Jalan Kartini terletak tak jauh dari pusat kota Bekasi.Berdekatan dengan Pasar Proyek atau Pasar Lama, dua buah rumah sakit (salah satunya Rumah Sakit Bhakti Kartini). Perumahan Villa Kartini dan lingkungan padat lainnya berada di sekitar jalan Kartini ini. Jalan Kartini juga merupakan jalan yang cukup ramai, karena merupakan jalan yang menghubungkan jalan Ir. Haji Juanda dengan jalan M. Hasibuan.

Sebenarnya ini bukan lokasi yang dikhususkan bagi aktifitas kuliner. Di sini juga terdapat bengkel, minimarket, salon, dan aktifitas ekonomi lainnya. Namun jika waktu telah menjelang sore, mulai sekitar Ashar, lokasi ini perlahan berubah. Seolah sesi kehidupan yang baru akan segera dimulai. Para pedagang mulai mempersiapkan segalanya. Pemasangan tenda, menata meja dan bangku di bawahnya, mempersiapkan alat dan bahan masak, dan seterusnya.  Menejelang Maghrib, lokasi ini semakin ramai. Tenda-tenda dadakan teah dipasang, lampu-lampu penunjangnya juga sudah terpasang. Pembeli pun mulai berdatangan. Area ini jadi lebih meriah.

Terdapat berbagai pilihan kuliner yang ada di sini. Selain toko makanan seperti Toko Kue Venny, terdapat juga rumah makan lainnya, seperti Kedai Soto Solo, Ayam Bakar Kalasan, dan sebagainya, yang memang sudah buka dari pagi hari. Sementara beraneka hidangan dengan tenda dadakan jadi memeriahkan lokasi ini. Ada seafood, sate, nasi uduk, dan sebagainya. Pengunjung baik yang datang dengan berjalan kaki, mau pun dengan berkendara motor atau pun mobil, ramai ke sana.

Jalan Kartini hampir selalu Saya lewati saat pulang dari bekerja bersama suami. Kami biasa menggunakan motor, sehingga untuk berhenti di tepi jalan untuk sekedar jajan atau mengisi perut, bisa lebih mudah. 

Ada makanan favorite kami jika malam sepulang bekerja kami lapar dan kebetulan lewat jalan ini.  Nasi goreng gerobak di pinggir  Mesjid Bani Shaleh, di ujung Jalan Kartini. Lokasinya sangat mudah ditemui, karena berada memang di paling ujung Jalan Kartini, dekat persimpangan jalan Ir. Juanda. Sementara suami kalau kebetulan pedagangnya ada, lebih memilih untuk memesan Sate, baik sate ayam, atau pun sate kambing. Rasanya bagi kami cukup lumayan enak. Terkadang (sebelum pandemi), kami sampai agak antri, karena bangku yang disediakan penuh. Syukurnya tidak lama. Biasanya kami memesan juga minuman jeruk hangat untuk melengkapi santapan kami. Dan memang, rasanya jadi lebih nikmat. Apalagi dengan kondisi fisik yang sudah cukup lelah dan juga lapar. 

Sementara untuk makanan favorite kami jika ke lokasi ini sebelum malam adalah Ayam Bakar Kalasan yang kiosnya juga berada di bagian agak ujung, arah ke Jl. Ir. Juanda. Letaknya berseberangan jalan dengan nasi goreng gerobak tadi. Ayam bakar Kalasan yang juga punya beberapa cabang di tempat lain, menjadi alternatif kuliner bagi keluarga kami. Saya sendiri suka dengan pepes jamurnya, selain ayam bakarnya. Sambelnya ada pedas manisnya. Kabarnya, walaupun bernama "Kalasan" dan sedikit bercita rasa Jawa, namun pemilik asli usaha ini adalah orang Minang. Akan tetapi ini perlu dipastikan lagi kebenarannya. 

Sementara itu, toko kue Veny yang memiliki gedung cukup megah, searah dengan Ayam Bakar Kalasan, menawarkan aneka kue dan camilan. Baik kue basah mau pun kue kering. Toko kue Veny juga ada di area Pasar Proyek (Pasar Proyek), yang sudah lebih dulu eksis. Toko ini juga melayani pemesanan kue dalam jumlah cukup besar serta snack box

Memang belum seramai Malioboro, Pasa Lereng, atau Jalan Dago, namun kuliner Jalan Kartini bisa menjadi alternatif wisata kuliner jalanan (food street) bagi Warga Bekasi, atau pun tamu yang kebetulan berada di Bekasi. Jadi, jika Anda berkesempatan ke Kota Bekasi, silakan mampir ke Jalan Kartini, untuk menikmati kulinernya, terutama setelah Ashar. 


======


Bekasi, 05. 51 WIB







PARENTING : BELAJAR JADI ORANG TUA



Sesungguhnya, Saya malu untuk membahas hal ini. Diperlukan keberanian dan kesiapan mental untuk menguraikan nya. Mengapa? Karena rasanya Sayalah yang perlu belajar dengan sangat tentang parenting ini. Saya belum berhasil menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak Saya. Saya belum bisa menjadi contoh bagi mereka. Saya juga belum bisa mencetak anak-anak yang penuh dengan prestasi gemilang. Bahkan kenyataan di lapangan, barangkali Saya adalah sosok orang tua yang tidak patut dijadikan contoh bagi yang lain. 


Akan tetapi, akhirnya Saya berfikir bahwa dengan mencoba menguraikan perihal parenting sesuai dengan apa yang Saya pahami dan fikirkan, Saya malah jadi ikut belajar juga. Tulisan ini semoga menjadi pengingat bagi Saya, sebagai penyemangat bagi Saya, dan juga suami, untuk terus memperbaiki diri, untuk bisa menjadi orang tua yang sholeh/sholeha bagi anak-anak kami. Dan semoga juga ini bisa diambil manfaatnya bagi semua. Bukankah belajar hendaknya tidak melulu dari keberhasilan? Kegagalan atau pun ke-belum berhasilan, bisa menjadi pembelajaran juga, agar tidak diulangi lagi, agar ke depannya jadi lebih baik. Semoga. 


Baiklah. Jadi begini, bagi Saya, parenting bukan saja berarti belajar tentang bagaimana mengasuh anak usia sekian, bagaimana mengelola menyemangati mereka, bagaimana menghadapi permasalahan anak pada tahapan tertentu dan seterusnya. Namun bagi Saya, parenting juga adalah tentang belajar mengenai bagaimana menjadi orang tua yang seharusnya bagi anak-anak. Tentang bagaimana mengatur diri menjadi orang tua yang sholeh/sholehah bagi anak-anak. Parenting tidak saja tentang mencetak anak-anak yang berkualitas, tapi juga tentang bagaimana menjadi orang tua yang berkualitas bagi mereka. 


Setahu Saya, belum ada sekolah yang benar-benar ditujukan pendiriannya bagi orang tua. Belum ada sekolah yang materinya full tentang bagaimana menjadi orang tua yang baik. Karena, pendidikan untuk menjadi orang tua yang sholeh/sholeha adalah pendidikan  yang terus menerus dan diaplikasikasi langsung di lapangan. 


Diperlukan pembelajaran secara masiv bagi setiap orang tua, tanpa lelah, tanpa henti, mengenai bagaimana mengelola diri agar bisa menjadi orang tua yang berkualitas. Sumber belajar bisa dari mana saja. Bahkan bisa dari sang anak. Banyak hal yang bisa dicontoh dari polosnya mereka, apalagi yang masih kecil. Contohnya : sikap pemaaf nya, sikap jujurnya, sikap cerianya, sikap semangatnya, dan sebagainya. 


Beberapa point yang perlu diperhatikan dalam upaya menjadi orang tua yang baik:


  1. Luruskan niat. 

Apa yang kita lakukan untuk memperbaiki kualitas diri sebagai orang tua niatkanlah sebagai ibadah kepada -Nya. Agar apa-apa yang kita lakukan juga tidak sia-sia di mata-Nya. 


  1. Ingat bahwa anak adalah amanah dari-Nya.

Karena anak-anak adalah amanah langsung dari-Nya, titipan-Nya, maka kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Titipan dari orang lain saja kita cenderung menjaganya dengan baik, maka apalagi ini, titipan langsung dari Sang Pencipta. Sangatlah patut untuk dijaga semaksimal mungkin. Baik dan buruknya sang anak, dengan kuasaNya, kitalah yang mewarnainya. 


  1. Senantiasa berdo'a.

Teruslah mohonkan pertolonganNya dalam memperbaiki diri, dan juga dalam mengasuh anak-anak. Libatkan DIA, karena DIA-lah yang telah menciptakan. Ini artinya DIA punya alat-alat mau pun kelengkapan lainnya untuk memperbaiki diri hamba-Nya. Yakinlah. 


  1. Hindari rasa, malu, gengsi, dan ego. 

Abaikan hal-hal tersebut jika kita memang serius, sungguh-sungguh ber'azzam untuk belajar jadi lebih baik. Barangkali memang tidak mudah, karena manusia memiliki nafsu. Namun jika kita menginginkan kebaikan bagi anak-anak kita, keluarga kita, maka mulailah dari diri sendiri. Ibda' bi nafsik. 


  1. Belajar dari mana saja

Pembelajaran untuk menjadi orang tua yang lebih baik bisa berlangsung di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Bahkan sekali lagi, dari anak-anak kita sendiri. Jangan menutup diri untuk menerima masukan yang membangun. 


  1. Teruslah bersemangat. 

Jaga stabilitas mood untuk terus belajar dan mempraktekkannya. Benahi terus diri kita sebagai orang tua. Perbaiki attitude kita. Anak-anak lebih suka mencontoh dari pada sekedar mendengarkan ocehan atau pun nasehat panjang dari orang tuanya. Karenanya, berikanlah contoh yang baik. Termasuk di dalamnya adalah sikap mau meminta maaf, jika melakukan kesalahan. 


  1. Ingat bahwa anak-anak kita adalah manusia juga. 

Bersiaplah dan bersegeralah, perlakukan mereka sebagaimana memperlakukan manusia seharusnya. Mereka memiliki rasa, hati, dan juga akal. Beri mereka ruang untuk itu. Beri mereka kesempatan untuk menunjukannya, mengeksplorasi nya. Tugas kita membimbing, mengarahkan, serta membekali mereka dengan iman yang akan menjadi penjaga mereka. 


Itulah beberapa hal yang seharusnya menjadi perhatian kita untuk memperbaiki diri sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Inilah mungkin, sedikit gambaran ideal bagi orang tua yang sedang berjuang untuk kebaikan keluarganya. 


Meskipun ini begitu membuat Saya malu, karena belum bisa merealisasikannya dengan sepenuhnya, namun sekali lagi, Saya berharap semoga ini bisa menjadi manfaat bagi para orang tua lainnya. Dan juga menjadi pengingat bagi Saya dan suami, dalam rangka proses terus memperbaiki diri sebagai orang tua. 


Semoga ini menjadi tabungan amalan bagi Saya. Dan semoga pula, Allah mengampuni Saya dan suami karena kekeliruan, kesalahan, yang pernah kami lakukan terhadap anak-anak. Astaghfirullahal 'adziim…  !! 


Wallahu'alam bi showab. 


======


Salemba, 08.01 WIB


Monday, January 4, 2021

ATUR UANGMU !

 

DISCLAIMER : Sebelum melanjutkan membaca, perkenankan Saya menyampaikan Disclaimer bahwa apa-apa yang Saya sampaikan di sini bukan berarti begitulah Saya adanya. Karena yang Saya sampaikan ini  adalah berdasarkan apa-apa yang Saya pahami, Saya fikirkan. Saya sendiri juga belum mahir mengelola keuangan dengan baik. Semoga ini pun menjadi pembelajaran bagi Saya pribadi, dan juga bisa bermanfaat bagi yang lain. Semoga.






Keuangan yaaa?? Hmhhh…Suatu tema yang cukup sensitif sekaligus menarik untuk dibahas bagi Saya. 


Baiklah, Saya coba menuliskannya, membahas keuangan dari sisi yang berbeda...


Ketakmampuan mengelola nafsu terhadap godaan duniawi, seringkali menjadi penyebab keterpurukan ekonomi keluarga. Bahkan mungkin saja akan merambat kepada ekonomi masyarakat dan bangsa. Nafsu yang tak terkontrol, terhadap berbagai hal, telah terlampau sering membuat manusia jatuh, hancur, dan bahkan mungkin terhina. 


Cerita berikut semoga bisa menjadi inspiasi bagi kita semua...

Masih jelas dalam ingatan Saya, bagaimana seorang kerabat mengalami keterpurukan ekonomi. Secara bertahap namun dalam waktu yang tidak terlalu jauh bedanya, perlahan satu demi satu properti mau pun benda yang sempat dimilikinya, lepas darinya. Mobil yang dimilikinya secara mencicil, hanya mampu di bayarnya sekitar satu tahun. Rumah keduanya yang dibelinya secara cash kepada developer dengan uang yang dipinjamnya dari bank, akhirnya dijualnya. Perhiasan emas maupun logam mulia yang dimilikinya satu demi satu lepas darinya. 


Pertanyaannya : "Kok bisa? "


Tentu bisa. 


Mobil yang dicicil tersebut, diambil saat perekonomiannya belum cukup kuat. Masih labil. Usaha yang dirintisnya belum stabil, meski sudah berjalan beberapa tahun. Hasil yang dicapai baru cukup untuk menambah memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini diperparah dengan prosesi resign yang bersangkutan dari pekerjaannya, beberapa bulan setelah mengambil kredit mobil. Entah bagaimana pertimbangannya saat mengambil keputusan tersebut. 


Lalu rumah. Ini adalah rumah kedua yang diambilnya. Merasa yakin dengan penghasilan dari usahanya, gaji dari tempatnya bekerja, serta ditambah dengan istri yang juga a worker lady, mereka nekad membeli rumah secara cash, dengan uang yang dipinjamnya dari bank. Ini dilakukan karena prosedur peminjaman uang multiguna adalah lebih mudah untuk disetujui pihak bank dari pada harus mengambil rumah dengan sistem KPR. Ini disebabkan karena mereka sebelumnya telah memiliki rumah yang dibayarkan secara KPR. Pinjaman multiguna lebih mudah diperoleh, karena pihak bank telah menjalin kerjasama finansial dengan tempat sangat istri bekerja. 


Sebelum itu semua, bahkan hingga beberapa property besar telah "melayang", beberapa perhiasan emas, termasuk logam mulia yang mereka miliki telah beralih kepemilikan. Sebagian besar karena ketaksanggupan membayar cicilan atau menebusnya dari lembaga penggadaian. Bahkan termasuk di dalamnya mahar pernikahan mereka. 


Ketidakmampuan dalam mengelola keuangan dengan baik, bisa berujung penumpukan hutang. Sementara hutang adalah sesuatu yang harus dibayarkan. Apalagi juga berhutang kepada lembaga finansial yang menerapkan bunga pinjaman. Keterlambatan mau pun kegagalan bayar akan menyebabkan tagihan kian menumpuk. Sementara kebutuhan hidup pun masih terus ada. Di sinilah berpeluang munculnya berbagai masalah turunannya. Termasuk di dalamnya masalah keluarga : kekurangharmonisan, keretakan, bahkan mungkin hingga perceraian. Na’udzubillah min dzaalik.


Berkaca dari kasus kerabat tersebut, sepertinya ada beberapa hal yang bisa memicu permasalahan dalam hal keuangan ini. Antara lain : 


Pertama, ketakmampuan mengelola nafsu. Seringkali masalah keuangan muncul karena hal ini. Karena nafsu untuk mencapai atau memiliki sesuatu, apa pun bisa saja ditempuh. Terkadang mata lebih lapar dari pada perut. Terkadang hasrat untuk memiliki begitu tinggi, tanpa peduli hal/benda tersebut memang dibutuhkan atau tidak. Yang parahnya adalah ketika keinginan tersebut tidak sesuai dengan kemampuan finansial. Jadinya lebih besar pasak dari pada tiang. Nafsu, gengsi, mengalahkan segalanya.


Kedua, minimnya pengetahuan tentang pengelolaan keuangan. Sedikit banyaknya memang dibutuhkan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan. Akan lebih mantap jika memang sudah memiliki banyak pengalaman dalam mengelolanya. Faktor keluarga mau pun lingkungan memberikan cukup banyak pengaruh.  Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang sudah terbiasa mengelola keuangan dengan baik, berpeluang untuk bisa engelola keuangannya dengan baik dari sejak belia. Orang yang terbiasa mengelola keuangan, akan lebih mudah untuk  menentukan skala prioritas  dalam menggunakan uangnya. Mereka pun jadi lebih mudah dalam membuat perencanaan keuangannya.


Sepertinya, itulah masalah utama kekurangsuksesan pengelolaan keuangan pada umumnya. Ini adalah berdasarkan pengamatan Saya secara pribadi ya. Tanpa dalil ilmu ekonomi tertentu, karena Saya memang bukan berlatar pendidikan ekonomi.

Masih berdasarkan pengamatan, pengalaman dan sedikit bekal ilmu yang sempat Saya tau dari berbagai sumber, maka setidaknya, hendaknya kita bisa membuat perencanaan dan mengatur keuangan dengan menggunakan pos-pos tertentu. Pos-pos ini diperlukan, agar kita lebih bisa teratur. Berikut beberapa pos yang perlu ada, yang bisa dimulai dari diri sendiri :


  1. Pos pengeluaran rutin

Termasuk di dalamnya (menjadi sub-pos) : biaya sekolah anak, cicilan hutang, biaya belanja rutin rumah tangga (belanja bulanan, listrik, PAM, internet, dan sebagainya), dan seterusnya.


  1. Pos ibadah 

Terdiri atas sub-pos : Zakat, infaq, shodaqoh, untuk Kurban, untuk Haji dan Umroh, dan seterusnya. Untuk agama lain, menyesuaikan.


  1. Pos Liburan, travelling

Digunakan untuk persiapan liburan, travelling, refreshing. Jika dalam satu tahun belum mencukupi, bisa digabung dengan tabungan tahun selanjutnya.


  1. Pos Tabungan dan cadangan emergency

Dapat dibagi menjadi sub-pos : tabungan (bisa digunakan untuk kepentingan masa depan), dan sub pos emergency (untuk keperluan mendadak atau urgen lainnya).


  1. Pos Investasi

Meski tidak wajib, namun usahakan untuk memiliki pos ini. Hal ini adalah karena pos ini bersifat jangka panjang.


Demikianlah kira-kira pembagian pos-pos keuangan dalam skala kecil. Untuk suatu perusahaan, sepertinya akan diperlukan pembagian yang lebih kompleks lagi. Namun, betapa pun hebatnya teori penataan keuangan ini, betapa pun canggihnya sistem yang digunakan, tetaplah dibutuhkan komitmen dari yang bersangkutan. Tanpa adanya komitmen yang kuat dalam pelaksanaannya, perencanaan tersebut akan percuma adanya. Niatkan dari awal, semua ini adalah demi kebaikan. Niatkan ini sebagai ibadah. In syaa Allah akan dimudahkan-Nya, dan akan bernilai ibadah jua di mata-Nya.


Satu hal yang perlu diingat adalah, jika tiba waktunya kelak, kita akan ditanyakan tentang harta yang ada pada kita. Dari mana harta tersebut diperoleh, serta bagaimana harta tersebut dipergunakan. Pertanggungjawaban atas titipan-Nya terhadap kita di dunia ini. Semoga kita bisa menggunakan dan mengelolanya dengan sebaik-baiknya.




====================


Bandung & Bekasi
19.31 WIB









Saturday, January 2, 2021

BYE 2020, HI 2021...

 


Beberapa menit sebelum tutup tahun 2020 di Wilayah Indonesia Bagian Barat. Sebuah tahun dengan angka cantik. Sebuah tahun yang begitu unik, karena memiliki kenangan bagai seluruh umat di dunia. Sebuah tahun yang pada sebagian orang sempat dibuatkan candaan seperti ini : tahun 2020 itu hanya terdiri atas bulan Januari, Februari, Maret, dan …. Desember!  

Hehehe.. Tentu Anda paham alasannya yaaa..?! 


Betul, karena pada Maret pertengahan, hingga Desember pun sebenarnya, pandemi COVID-19 melanda dunia. Kegiatan outdoor, apalagi yang melibatkan banyak orang sangat dibatasi. Ekonomi terpuruk. Anak-anak belajar dari rumah. Pekerja pun banyak beralih ke rumah. Ibadah di rumah. Hampir semua terpusat di rumah. Keluar hanya untuk urusan yang penting-penting saja. Ketergantungan akan jaringan internet pun jadi meningkat, karena banyak aktifitas yang pada akhirnya menjadi online, daring. Biaya kuota membengkak, kalau tidak menggunakan wifi yang bisa digunakan oleh seluruh anggota keluarga. 


Ritme dan gaya kehidupan "dipaksa" berubah secara mendadak. Selain "dikurung" dalam rumah, manusia pun diharuskan lebih memahami teknologi IT. Sistem online membuat orang yang gaptek "harus" belajar banyak dan intens tentang teknologi. Bukan hanya anak-anak yang masih belia, yang pada zaman normal malah diusahakan untuk menjauh dari gadget, namun juga yang sudah paruh baya, harus memahami penggunaan IT tersebut. Mau tidak mau. Setidaknya yang berhubungan langsung dengan kebutuhan tugas sekolah (proses belajar-mengajar), atau pun pekerjaan. Bagaimana tidak? Absensi para pekerja yang biasanya dengan sistem 'setor jari' pada mesin presensi, kini beralih ke sistem absensi online. Tentunya ini untuk meminimalisir perpindahan virus Corona pada mesin tersebut. Di samping juga karena pekerjaan beralih menjadi dilakukan di kediaman masing-masing. 


Penggunaan masker, mencuci tangan di tempat umum berulang kali, menjaga jarak antar sesama, menjadi suatu kebiasaan baru. Kepadatan di kendaraan umum pun berkurang, setidaknya sekitar 50%. Para penumpang commuter pun jadi terbiasa menggunakan pakaian berlengan panjang, karena ini menjadi syarat untuk diizinkan/tidaknya naik moda tersebut. 


Para ibu dituntut untuk bisa menjadi seorang guru bagi anak-anak nya, meski dengan segala keterbatasannya. Dan tak jarang karena hal ini, tekanan darah meningkat. Anak-anak juga kurang nyaman belajar dengan para orang tua yang kurang memahami cara menyampaikan materi pembelajaran sekolah dengan baik. Bukan tidak mungkin, hubungan orang tua dan anak menjadi kurang baik karenanya. 


Dan berbagai hal lainnya yang serta merta terjadi dalam masa pandemi ini. 


Bahasan tentang hal ini tentu sudah banyak disampaikan. 


Yang ingin Saya sampaikan di sini adalah harapan ke depannya. Bukan untuk mengkultuskan moment tahun baru Masehi ini. Namun lebih kepada harapan di hari-hari esok, yang menurut agama Islam, agama yang Saya anut, mestilah lebih baik dari hari ini, apalagi kemarin. Hal ini adalah agar kita tidak menjadi hamba yang merugi.


Setiap orang memiliki keinginan dan harapan untuk masa depannya. Biasanya disebut sebagai resolusi. 


Secara pribadi, Saya ingin jadi lebih baik dari yang sebelumnya. Keluarga makin harmonis. Anak-anak makin sholeh-sholehah. Serta makin berprestasi, makin bahagia. Satu lagi, semoga keinginan Saya untuk bisa pindah ke rumah kami, yang 2 (dua) tahun kemarin dikontrakan, bisa terkabul. Keinginan untuk membangun keluarga secara mandiri. Menata kehidupan keluarga kami, semaksimal yang bisa kami upayakan. Semoga hambatan yang ada untuk kami bisa melaksanakan keinginan tersebut, segera bisa terselesaikan dengan baik. Aamiin. Kami hanya ingin bahagia. Dunia dan akhirat. Itu saja. In syaa Allah dimudahkan-Nya. Aamiin. 


Lalu bagaimana dengan Anda? Bagaimana resolusi atau harapan Anda? 

Buatlah resolusi sebaik mungkin, untuk berbagai hal. Resolusi yang penuh kebaikan dan manfaat. In syaa Allah. 


****

Kamar tengah, 31 Desember 2010

23.44 WIB


Leni Sudiarti