Sunday, December 13, 2020

MY ORIENTAL BOY

 


Tengah malam menjelang. Lampu kamar belum lagi dipadamkan. Terdengar desis halus yang keluar dari mulut yang sedikit terbuka di sebelahku. Matanya mengatup rapat, menunjukan betapa lelapnya ia tertidur. Posisi telentang, kaki setengah terbuka. Sementara tangan tergeletak bebas di sampingnya. 


Beberapa hari yang lalu, secara berturut-turut, dalam 3 hari yang terik, ia puaskan diri bermain di luar bersama teman-temannya. Pandemi membuatnya harus berkurung di dalam rumah selama sekian bulan. Kulit badannya yang kemarin sudah mulai bersih, terang, kini mulai kusam lagi. Padahal kalau kulitnya cerah, bersih, ia lebih mirip seorang Chinese, karena kebetulan matanya juga agak sipit, sebagaimana ayahnya. 


Dan malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, ia tidur di dekatku. Lelapnya dengan desis halus dari mulutnya, menjadi indikator bahwa ia cukup lelah hari ini. Satu hal yang menjadi ciri khasnya adalah, jika sudah merasakan kantuk, maka tak lama ia akan segera terlelap, tanpa banyak gerakan untuk mencari posisi nyaman. Begitu lelap. 


Kuamati wajah polos itu. Ya, dia yang bertubuh gempal, namun senantiasa bergerak aktif. Lelaki kecilku yang membuat banyak orang begitu gemas melihat fisiknya yang bohay, sehat. Matanya yang sempit namun panjang, membuatnya lebih mirip seorang oriental, sebagaimana ayahnya. Lelaki yang bisa bertutur halus, bahkan lebih lembut dari seorang perempuan. Namun juga lelaki yang bisa begitu "garang" Saat dirinya terusik. 


Dalam keletihan yang mungkin terasa karena aktifitas seharian, walau kusam masih ada d wajahnya, nampak kejernihan di muka kanak-kanaknya. Entah mengapa, ada haru yang begitu saja hadir tiba-tiba. Dan entah karena apa pula, seolah dirinya menarik ku untuk memberinya kecupan lembut. Tangan pun tergerak untuk membelainya perlahan. 


Kuusap dengan sayang kepalanya yang hanya berambut setinggi 1 cm, karena baru kemarin ia pergi ke tukang cukur. "Tebal rambutnya" kata si pencukur saat memegang rambutnya, kepada Pak Suami yang menemaninya bercukur. Ya begitulah. Rambutnya yang ikal memang lumayan tebal. Padahal dulu saat masih batita, rambutnya tipis. Setelah beberapa kali dicukur, perlahan rambutnya tumbuh semakin tebal. 


Tanganku terus membelainya, saat kubisikan do'a-do'a terindah untuknya. Kuusap kepala dan tubuhnya, dengan do'a-do'a yang terbaik. Pengharapan agar Yang Maha Kuasa menjadikannya insan yang sholeh, insan yang cerdas, insan yang disayangi kawan, disegani lawan. Permohonan agar Allah memperkenankannya menjadi seorang hafidz, yang kelak akan memberikan mahkota kepada orang tuanya. 

Semoga Allah melindunginya dari berbuat zolim atau pun menjadi korban kezoliman makhluqNya. Bahagialah ia, dunia akhiratnya. 


Bisa jadi Fatir, sang lelaki kecilku ini tak mendengarnya. Namun sesungguhnya, ada yang senantiasa mendengar dan melihat. DIA lah Sangat Khaliq, ALLAH SWT. Dia pula yang akan mengabulkannya di waktu yang pas. In syaa Allah, aku yakin itu. Sebagaimana in syaa Allah aku yakin do'a-do'aku terhadap 3 anakku yang lainnya jg akan di'ijabahNYA. In syaa Allah, Aamiin.. !! 


Masih kuusap tubuhnya, hingga ke kakinya. Tidurnya pun tak terganggu. Benar-benar lelap ia. Fatir hampir selalu tidak mau jika harus tidur berselimut, seperti saat ini. Celana yang dihuanakannya pun pendek saja. 


Sesaat setelah membalikan badan (tanpa membuka matanya) dan memeluk gulingnya dengan membelakangiku, aku pun akhirnya ikut terlelap di sampingnya. Malam itu pun kami lalui bersama, dalam indahnya lindunganNya. 


Jakarta, 8 Desember 2020

Bis jemputan Bekasi Timur : pergi dan pulang