Cu.. ikutilah cerita kami ini...
Tak pernah terbayangkan oleh nenekmu ini, untuk mengalami masa yang akan Nenekmu ceritakan ini. Tak pernah. Semua terjadi begitu saja, mendadak. Tiba-tiba dunia serentak mengalaminya.
Cu... Saat itu, 16 Maret 2020, Nenek masih bekerja di kantor, sekitar 2 (dua) hari sebelum jadwal Nenek mengikuti diklat keesokan harinya. Hari itu Nenek begitu sibuk, mempersiapkan segala rupa, untuk Nenek tinggalkan selama Nenek mengikuti diklat tersebut. Berita tentang wabah Covid-19 (Corona) yang mulai masuk ke Indonesia memang sudah mulai santer terdengar. Isu kota akan ditutup pun sudah ada terdengar. Itu pulalah yang membuat Nenek bersiap-siap dengan kemungkinan penutupan kota (lock down) tersebut.
Kalau tidak salah, siang menjelang sore hari, akhirnya keluarlah Surat Edaran dari pimpinan di kantor Nenek bahwa kantor akan di-lock down, mulai keesokan hari, 17 Maret 2020, mengikuti ketetapan pemerintah. Kami pun patuh. Rencana kerja, serta rencana-rencana lainnya mendadak berubah. Diklat yang akan Nenek ikuti pada tanggal 18 Maret pun akhirnya dibatalkan, demi menjaga kebaikan bersama. Bagi peserta dari daerah yang sudah memesan tiket dan berbagai akomodasinya pun serta merta ikut dibatalkan. Opsi kegiatan kerja Nenek ke Yogyakarta yang akan dilakukan pada akhir bulan pun, dicancel, padahal tiket sudah diambil. Nenek ajukan refund, namun hingga Nenek tulis ini, belum ada kejelasan refund tersebut. Mungkin situasinya memang cukup sulit ya untuk mengupayakan refund tersebut.
Cu... hari-hari selanjutnya, kami "dikurung" di dalam rumah. Dari yang awalnya hanya 2(dua) minggu, lalu diperpanjang berulang kali hingga total 3(tiga) bulan kami "di rumah-kan." Kami benar-benar di rumah, tidak diperkenankan ke mana-mana. Satpol PP serta petugas lainnya bertebaran menyisir jalan, "memaksa" warga untuk mekukan berbagai aktifitas "hanya" dari rumah saja. Bahkan anak-anak yang berkeliaran pun diperintahkan untuk pulang oleh mereka. Pekerja pemerintah/swasta/pengusaha mau pun pekerja lepas harian,buruh dilarang berkeliaran, kecuali untuk hal yang benar-benar mendesak. Kegiatan belajar mengajar di sekolah, kampus, dan sebagainya pun dihentikan. Semuanya dilakukan dan terpusat hanya di rumah saja.
Perubahan yang mendadak, membuat banyak pihak tidak siap, terkaget-kaget. Banyak hal yang mesti dirubah, di antaranya :
Pertama, offline menjadi online
Bagi pegawai atau karyawan, mau pun pelajar atau mahasiswa atau peserta didik lainnya, "diharuskan" untuk mengubah cara lamanya yang offline (on-site / luring) menjadi online / daring. Pekerjaan dan belajar dilakukan dari rumah dengan mengandalkan jaringan internet. Bagi yang masih agak gagap teknologi, "dipaksa" untuk belajar dan memahaminya. Anak-anak pun "harus" lebih mengerti tentang IT. Di sinilah terjadi perubahan lainnya. Permintaan akan jaringan internet, baik itu yang wifi atau pun melalui jaringan internet di hand phone, meningkat. Karena komunikasi dan sarana kerja/belajar, menggunakan gadget. Sepertinya, permintaan pasar akan gadget, terutama hape dan laptop (komputer jinjing) juga meningkat.
Tapi di lain sisi, anak-anak yang semula dibatasi aksesnya untuk menggunakan gadget karena belum cukup umur atau belum tiba saatnya, akhirnya kini malah lebih akrab dengan gadget. Gadget dibawa kemana-mana. Dari yang usia SD (bahkan dari yang TK, mungkin), kebutuhan HP (handphone) untuk belajar meningkat. Bagi yang bisa mengontrol diri atau anak-anaknya, penggunaan HP hanya sekadarnya. Namun bagi yang tidak bisa mengontrol atau pun mengarahkannya, banyak yang kebablasan. Penggunaan HP untuk belajar hanya beberapa saat, namun setelah itu, HP digunakan untuk bermain game online atau banyak hal lainnya yang kurang berguna.
Jadi, untuk perubahan offline ke online ini, sisi positifnya antara lain, bagi yang semula agak Gaptek, jadi terpacu untuk mempelajarinya. Namun sisi negatifnya, banyak anak-anak yang waktu menatap layar gadgetnya jadi lebih lama. Hal ini berpeluang mempengaruhi kesehatan mata mereka.
=====================
In syaa Allah, to be continued...
No comments:
Post a Comment