Salah satu penyebab
utama bagi kerusakan bahan perpustakaan adalah 'asam'. Kondisi asam ini
secara sepintas bisa dikenali melalui aromanya yang khas. Secara visual, bahan
perpustakaan (terutama yang berbahan kertas) yang asam cenderung berwarna
kuning kecoklatan.
Asam bisa menurunkan
kondisi atau kualitas fisik kertas. Selain berwarna kuning kecoklatan
tadi, jika terus dibiarkan, maka kertas akan menjadi rapuh. Dan jika ini
berlanjut, maka kertas tersebut bisa hancur, dan informasi di dalamnya pun bisa
ikut lenyap.
Pada koleksi tertentu,
terutama pada koleksi naskah kuno yang ditulis dengan menggunakan tinta yang
mengandung ion Fe (ion besi), asam bersama dengan oksigen akan memicu
terjadinya semacam perkaratan pada tulisan di naskah kuno tersebut. Kondisi
inilah yang dikenal dengan istilah 'korosi tinta atau ink corrotion'. Naskah
yang mengalami korosi tinta mungkin saja menjadi berlubang-lubang. Tinta yang
'berkarat' tersebut akan menggerus kertas, dan jika dibiarkan, kertas akan
menjadi berlubang, mengikuti bentuk tulisan yang menggunakan tinta tersebut.
Selain mendegradasi
kertas, asam pun bisa bermigrasi, bisa menularkan kondisinya ke 'tetangga
sekitarnya', terutama yang langsung menempel kepadanya. Itulah mengapa, sebisa
mungkin, koleksi bahan perpustakaan yang kondisinya bagus, jangan diletakan
bersebelahan langsung dengan bahan perpustakaan yang asam. Ini untuk
menghindari 'penularan' asam tersebut.
Pertanyaannya adalah,
apakah kondisi asam tersebut dapat diperbaiki, agar tidak jadi semakin parah ?
Atau setidaknya dihambat peningkatan kadar asamnya ? Jawabnya, BISA !
Adalah suatu
proses kimiawi yang bernama 'deasidifikasi'. Proses ini menghilangkan atau
setidaknya mengurangi kadar asam yang terdapat pada bahan perpustakaan.
Setidaknya ada 3 (tiga) jenis deasidifikasi. Namun yang akan dibahas kali ini hanya 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Deasidifikasi
Kering
Tindakan deasidifikasi
kering biasa dilakukan terhadap koleksi bahan perpustakaan yang tidak bisa
diperlakukan dengan menggunakan banyak bahan air. Biasanya adalah untuk koleksi
yang mudah luntur dalam air. Contohnya adalah : naskah kuno yang ditulis
tangan. Apalagi yang di dalamnya ada tulisan atau pun gambar yang menggunakan
tinta warna merah. Warna merah memiliki ikatan kimia yang cukup lemah di antara
warna-warna lainnya.Itulah mengapa warna merah mudah luntur bila terkena
air.
Selain naskah, gambar,
atau peta pun bisa rawan kelunturan. Terutama yang ditulis tangan, terlebih
yang ada warna merah atau turunannya di dalamnya.
Untuk mengetahui
luntur atau tidaknya suatu bahan perpustakaan, maka sebelum perlakuan atau
tindakan, akan dilakukan uji luntur terlebih dahulu. Bisa dengan menggunakan kapas
yang dibasahi air, dan ditotolkan sedikit pada bagian naskah yang agak
tersembunyi, dan ada tulisannya. Jika luntur, maka pada kapas tersebut akan
nampak noda warna tibta tersebut. Dan jika tidak ada, berarti bahan
perpustakaan tersebut kemungkinan besar tidak luntur.
Bagi bahan
perpustakaan yang luntur dengan air tadi, maka bisa digunakan deasidifikasi
kering. Pada deasidifikasi ini, pelarutnya (methanol) mudah menguap. Jadi
tulisan lebih kecil kemungkinannya akan mengembang,
Proses deasidifikasi
jenis ini menggunakan bahan kimia : Barium Hidroksida dengan pelarutnya adalah
Methanol. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 2% (berat/volume). Artinya, 2
gram serbuk Barium Hidroksida dimasukan ke dalam methanol, sehingga volume
totalnya adalah 1 (satu) liter.
Proses penyemprotan pada deasidifikasi kering
Perlakuannya adalah
dengan menyemprotkan bahan kimia tersebut menggunakan sprayer yang mengeluarkan
bulir-bulir yang halus, di ruang khusus, yang jauh dari interaksi dengan
manusia lainnya, serta bersirkulasi udara yang baik. Bisa digunakan fumehood
(lemari asam), yaitu tempat seperti lemari, yang memiliki exhaust di dalamnya,
bisa ditutup, dan berkaca. Fumehood dikhususkan untuk melakukan tindakan kimia
yang menggunakan bahan berbahaya seperti methanol tadi. Petugas yang
melakukannya pun haruslah menggunakan masker dan bersarung tangan, untuk
meminimalisir interaksi dengan bahan kimia. Koleksi yang sudah dibersihkan debu
atau kotorannya dengan kuas atau vacuum cleaner disemprot lembar demi lembar, merata
ke semua permukaannya. Setelah itu dikering anginkan. Harap diingat bahwa
menyemprot adalah searah angin. Jangan sampai saat menyemprot, angin malah
mengarah ke petugas, karena malah akan menyemprot petugas itu sendiri.
Setelah beberapa jam,
koleksi akan kering. Siap untuk melanjutkan tahap konservasi atau preservasi
selanjutnya.
2. Deasidifikasi Basah
Deasidifikasi ini
dapat dilakukan terhadap bahan perpustakaan yang tidak luntur dengan air.
Biasanya adalah bahan perpustakaan yang merupakan hasil cetakan mesin, seperti
majalah, koran, buku, dan sebagainya.
Bahan yang
dipergunakan adalah larutan Magnesium karbonat 2%. Serbuk Magnesium hidroksida
seberat 2 gram akan dilarutkan dalam air hingga volume total 1 liter. Setelah
disatukan, larutan akan dialiri gas karbondioksida selama kurang lebih 1 (satu)
jam.
Koleksi akan direndam
dalam larutan tersebut selama 1-2 jam. Setelah itu koleksi akan
dikeringanginkan pada rak pengering. Tidak dengan penyinaran sinar matahari
langsung, karena sinar UV pada matahari bisa merusak bahan perpustakaan.
Pengerjaan tetap lembar demi lembar. Artinya, jika itu adalah buku atau
majalah, maka bahan perpustakaan tersebut akan dibongkar terlebih dahulu
jilidannya, setelah diberi penomoran urut halamannya (paginasi). Dan setelah semua
rangkaian konservasi selesai, maka bahan perpustakaan tersebut akan dijilid
kembali.
Proses perendaman pada deasidifikasi basah (aquaeous deacidification)
Setelah melewati
proses deasidifikasi tersebut, diharapkan nilai pH, yang menunjukan kadar keasaman,
akan meningkat dari pH sebelumnya. Seperti diketahui,bahwa semakin kecil nilai
pH, maka semakin tinggi kadar asamnya. Jadi semakin besar nilai pH, berarti
kadar asam semakin rendah pH 1-6 itu artinya asam. pH 7 adalah netral.dan pH di
atas 7adalah basa.
Dengan meningkatnya
nilai pH, maka ini berarti kandungan asam sudah terkurangi. Dan itu mencegah
atau minimal menghambat degradasi kertas lebih lanjut, dengan catatan
penyimpanannya sesuai standar penyimpanan koleksi yang benar. Lebih jauh lagi,
penghambatan degradasi kertas karena kondisi asam tersebut, akan dapat
memperpanjang usia koleksi tersebut. Ini artinya, masih akan banyak generasi
yang dapat memanfaatkan koleksi tersebut. Deasidifikasi dilakukan untuk
pelestarian dokumen penting negeri.
=================
Referensi :
Sudiarti, L.,
Nurjanjati, C., Ranti, S., Wardhani, W. K.. (2019). Metode
deasidifikasi basah dengan larutan magnesium karbonat pada konservasi kuratif
naskah kuno media kertas, Jakarta : Perpustakaan Nasional RI